Senin, 17 Januari 2011

Mahasiswa Adalah Grombolan Paling Nista


Mahasiswa adalah gerombolan paling nista dalam sejarah panjang penindasan manusia mayoritas oleh sekelompok kecil manusia yang lain. Mahasiswa juga kemudian menjadi sebuah pondasi paling dasar keberlangsungan penindasan itu sendiri.

Teriakan-teriakan yang terdengar dari mulut mereka sebenarnya tak lebih dari parodi kebungkaman atas fakta betapa menyedihkannya hidup muda yang dijalani tanpa tujuan. Para mahasiswa adalah kelompok mesin yang dengan sadar menikmati setiap pengekangan yang dikalungkan di leher mereka. Namun dengan sangat naif berpura-pura sebagai barisan terdepan dalam perubahan yang sebenarnya hanya jalan di tempat. Dan yang terjadi adalah luapan-luapan ekpresi yang ironis dalam label pencarian jati diri yang hanya berujung pada kubangan sebagai seorang proletar tanpa identitas.

Dalam kenyataannya, tak ada satupun penemuan baru yang dilahirkan oleh berbagai diskursus di setiap gedung perkuliahan, ruang-ruang seminar dan berbagai kelompok diskusi maupun organisasi yang digagas oleh mahasiswa. Yang ada hanyalah pengulangan demi pengulangan sebagai bukti tegas betapa kedunguan identitas masyarakat kapitalisme yang beradab dipraktikkan secara benar oleh mereka. Itulah mengapa harapan-harapan yang mereka ciptakan sejatinya hanyalah semburan sperma tanpa arah.

Di tengah-tengah mahasiswa, tak ada lagi penentangan yang eksplosif dan ekspresif atas semua kemapanan ilmu pengetahuan dan tradisi filsafat yang diajarkan oleh dosen-dosen mereka. Meski mereka telah mengetahui borok-borok para pengajar yang adalah perpanjangan tangan dari hierarki yang koersif dan eksploitatif. Kekritisan mereka seperti seekor anjing penjaga rumah orang-orang kaya yang harus menggonggong agar terus mendapatkan asupan daging dan susu setiap pagi dan sore hari.

Kampus mereka adalah kandang yang dihiasi dengan pelbagai aksesoris untuk menutupi ketelanjangan mereka dalam pelacuran paling biadab. Sebuah penjara yang digandrungi karena kebutuhan mereka menjadi sekrup dari mesin pengumpul uang. Dimana mereka membiarkan diri dibentuk sebagai bidak-bidak yang disiapkan menjadi tumbal untuk pesta besar para kapitalis.

Sementara itu, mereka dengan setia terus mengkonsumsi seperti menghisap candu, panduan asas dasar konsumerisme kapitalisme. Membeli buku-buku filsafat dengan harga mahal yang ditulis dalam bahasa yang murahan oleh kumpulan pemikir yang sama menyedihkan di masa lalu dengan mereka. Kumpulan teks para dogmator yang ditugaskan menjamin kelangsungan kapitalisme detik demi detik yang cetak dengan sirkulasi eksploitasi yang sudah mereka pahami.

Tak ada pembangkangan secara langsung yang diarahkan kepada piramida dunia intelektual yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang. Mereka menjadi bangga dengan menjadi kawanan kecil yang beruntung diantara kebanyakan proletar yang dihalang-halangi untuk mendapatkan rasa aman dan makanan untuk bertahan hidup. Mahasiswa menampakan hiperdosis kebanggaan mereka sebagai barisan idiot.

Identitas mereka adalah identitas penindas yang telah sejak dulu hadir ketika corak produksi bergeser. Yang dibekali dengan mental pengecut yang tangannya gemetar untuk melemparkan batu ke dinding-dinding gedung perkuliahan yang membuntungi indera serta melumpuhkan daya hidup yang sebenar-benarnya. Namun mengenakan selimut radikalisme ortodoks yang sama busuknya dengan menjadi pengikut orang-orang tolol sejak zaman Aristoteles hingga Marx bahkan terburuk hari ini adalah menjadi ekor dari bau busuk Derrida, Foccault dan Habermas. Yang telah nyata tak mampu menjelaskan bagaimana mereka terpisahkan dengan sengaja, dari kotak-kotak proletar yang tanpa menghabiskan waktunya untuk duduk bahkan mengerti bagaimana caranya untuk melakukan sabotase di pabrik.

Kisah panjang keberadaan mahasiswa adalah sejarah tanpa nilai. Mereka menggilai dikotomi sebagai akibat dari depresi atas impotensi melawan negara dan kapitalisme yang telah berhasil melakukan separasi atas hidup yang utuh. Sementara itu juga, mereka merengek-rengek meminta diberikan berbagai label tambahan karena kebuntuan mereka menjawab bagaimana rasanya berbagi dalam kekurangan, saling mendukung dalam keletihan dan saling tersenyum dalam perih. Inilah kaum yang paling tragis dalam riwayatnya.

Rabu, 12 Januari 2011

Efek Layar Monitor Part I

Aku bukan Nasionalis
Aku bukan Agamais
Aku bukan Kelompok Rahasia
Aku bukan Militer
Aku bukan Politisi
Aku bukan Pejabat Pemerintah
Aku bukan Siti Jenar
Aku bukan Iblis atau Setan
Aku bukan Rumi
Aku bukan Marxis
Aku bukan Bakunin
Aku bukan Hakim Bey
Aku bukan Leninis
Aku bukan Adam Smith
Aku bukan Nazi
Aku bukan Trotkis
Aku bukan Ali Syariati
Aku bukan Keynesian
Aku bukan Neitzchenian
Aku bukan Delleuze dan Guettari
Aku bukan Pengikut Kerajaan
Aku bukan Pramodya Ananta Toer
Aku juga bukan pengagum pemimpin-pemimpin kharismatik dalam sejarah berbagai negara di dunia dan yang ada saat ini

Akulah yang terlahir dan di bekali dengan Akal, mata, telinga, mulut, alat indera, Hati danyang lain
Dengan mata aku melihat berbagai kerusakan di muka bumi yang tak lain dilakukan oleh yang memiliki mata itu juga
Dengan telinga aku mendengar mereka yang menangisi harta,saudara,keluarga,rumah dan berbagai milik yang mereka sayangi di rampas,di rampok,dimusnakan dan di hancurkan oleh meraka yang memiliki telinga yang sama
Dengan mulut aku berteriak, suara hujatan untuk kotoran dan sampah yang selalu keluar dari mulut pabrik produksi “kata” “barang” yang selalu mereka lontarkan lewat mulut yang sama
Hentakan suara itu, Seketika indra yang lain pun merasa terganggu
Memacu untuk terus berfikir dan kemudian bertanya pada hati
“mengapa itu semua bisa terjadi?”
“bukankah mereka memiliku Akal dan Hati yang sama?”
“Lalu mengapa?”
“Untuk apa mereka lakukan semua itu?”
“Demi siapa hingga mereka rela melakukan semua itu?”

Uuuuuhhh.. Jangan tanyakan pada Ku saat ini kawan
Akupun masih bertanya dan mencari jawaban pada diri
Marilah bertanya pada diri masing-masing.
Mungkin aku harus lebih banyak memanfaatkan telinga untuk mendengar apa yang tak biasa aku dengar
Atau lebih teliti menggunakan mata untuk melihat apa yang setiap saat terlintas
Dan membiasakan mulut untuk berpuasa
Biarkan Akal dan pikiran yang menentukan semua itu, untuk sementara Aku Diam

Kita semua memiliki Bekal yang sama fungsinya semenjak lahir
Telah di berikan sebagai karunia
Namun Aku tak bisa lagi mempercayai televis, koran, radio, internet dan ribuah perangkat elektronik lain secara buta
Hampir kesemuanya telah menjadi alat pengontrol pikiran kita untuk memuja konsumerisme
Kemudian untuk mengontrol Raga, dan kesemua aktifitas hidup kita di ubah menjadi patuh dan menyerahkan diri sepenuhnya menjadi budak tanpa sadar
Lalu Sekolah apalagi yang mampu menandingi didikan anak lewat layat Fletron?
Keluarga mana lagi yang akan mendidik anak-anak seperti di Sinetron?
Lingkungan mana lagi yang tidak di jangkauan oleh pancaran Transmisi Telephone?
Bukankah Dunia sudah di kuasai dan di Kontrol?

Istana Kaca Kaum Tua ( By Arie Samal )


Dimensi waktu meraung seisi dadaku layaknya segerobl domba berdesakan keluar dari pintu yang sempit, gerah seperti tercengkram dalam sebuah tenda ditengah gurun, penuh terik. Akibat kerisauan konstan yang mendiami gerak pikirku akan absurditas, segera berubah menjadi sebuah Kerinduan nir-badani. Gerak peruabahan itu hadir dalam kediaman, puitis, yang terbang bersama debu jalanan , mengangkasa. Akibat dipeluk mesra oleh jemari mentari, ia bersinar layaknya patamorgana yang menari indah diatas kehampaan. Birakan saja “ketiadaan” sebagai rel tatapanku yang kadang tak terucap, kemudian mengarahkan segala indra pada ruang metamorphosis menjadi kilatan cahaya dari partikel-partikel halilintar yang membelah kesombongan jagad raya.
Jangan, jangalah Kau biarkan kilat mereda, biarkan ia menjadi segenggam mawar berbisa kemudian suguhkanlah diatas meja-dan laci para perampas kebahagian, dan, berikan sebuah tanda Tanya, (?), diantara helaian mawar itu, agar mereka memiliki kesempatan tuk memahami beningnya dirimu dalam aneka warna.
Terlalu banyak kaum tua yang berlagak seperti elang muda, dengan sombonyya mereka membuat manifesto-manifesto yang janggal kemudian di pajang diatas tempat hiburan malam yang syarat akan tubuh, remang-remang. Cobalah mendekat, dan, lihatlah, mereka adalah jelmaan dari mitos-motos ketika bumi masih senyap, kini, mitos-mitos itu telah terbantahkan, bahwa, mereka adalah nyata yang sering membuas, membunuh, menjarah bahkan meniduri istri-istri orang, kini mereka masih hidup bersama kita. Mereka layaknya tupai yang mencuri sari kelapa kemudian meninggakan batoknya pada sang pemilik.
Oh kau yang masih bersolek dalam Istanamu. Tak puaskah engkau yang terus membirahi melihat penjagamu yang tanpa sehelai benang pun badan? Tak puaskah kau berpose dalam segmen cerita fiktifmu yang meninabobokan?. Kau sama saja seperti lagu-lagu yang kau nyanyikan, romantic, indah tapi kosong akan pikiran-pikiran puitis, hingga membuatmu seperti Beo dalam jebakan skriptualis. Jika mendengar nyanyian tak seirama denganmu, kau malah nangis, curhat dan mengasah suaramu di antara rinthan yang kau berikan sendiri pada kami.
Hei, kau yang tau renta, dan lapuk. Disini bukanlah tempat anak-anak kecil, yang mengharap dongeng sebelum tidur. Dan tempatmu juga bukan istana kaca yang tak bisa bebas dari debu yang beterbangan. Keluar dan lihatlah sekelilingmu, wajah-wajah tak berwarna tak lagi bercermin kepadamu.
Istanamau sedemkian jorok, disetiap lorong, ramai dengan anjing-anjing beranaimu, kau selalu memajang gambar-gambar, dan kisah tentang, yang, sebenarnya terangkai dalam relung konspirasi. Semantara hampir di segala sisi, kau mencoba menggandakan dan menghidupkan kembali abad-abad akal yang terborjuisasi, sebuah tampilan simulakra yang mengirim signal pada kami akan ketidakpantasan untuk berada disana.
Oh manusia yang ber-Tuhan, tak secuilpun kau berbentuk dalam ribuan Nama-nama— walaupun dirimu adalah bagian dari bentuk itu—dan melepas kemanusiaanmu dari rintihan yang menggemakan sukma. Dirimu kau belah menjadi puluhan rupa, ada yang bernyanyi, berolahraga, bertani, menabung, menziarah tempat-tempat sacral, berjudi dan banyak lagi disana, ternyata semua itu hanylah bayangan dari wujud keserakahan, bukan rahasia umum lagi, yang berdiri diatas syahwat yang selalu beronani.
Kau yang katanya punya cinta, datanglah dan bercintalah denganku, kan ku buat dirimu mengorgasme ditiap sentuhan, kemudian kan ku rubah setetes sperma-mu menjadi anggur yang memabukan seluruh jagad-jagad.

Senin, 10 Januari 2011

Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)


Sejarah dan Perkiraan Konsekwensi

Sejak akhir 2007, distrik Merauke merencanakan membangun sebuah projek untuk produksi pangan dan energi yang disebut dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Ini adalah projek mega pengembangan agro untuk produksi pangan dan energi yang dilakukan di 3 distrik Papua (Merauke, Mappi, dan Boven Digul) dan ini merupakan bagian rencana pemerintah pusat dalam mengembangkan kawasan agrikultural di kawasan pinggir. Targetnya adalah agar Indonesia mampu menjadi negara yang berkecukupan dalam hal produksi pangan dan energi, bahkan menjadi eksportir seperti yang disampaikan oleh Presiden RI “Memberi makan Indonesia, kemudian memberi makan dunia” . Projek ini akan meliputi sekitar 1.28 juta hektar, dan 90% diantaranya (1.13 juta hektar) adalah hutan alami/primer-- yang belum pernah pernah di tebang sebelumnya. MIFEE menjadi bagian dari agenda 100 hari cabinet nasional dan menjadi wilayah kekuasaan kementrian agrikultur berkokordinasi dengan pemerintah local (level distrik Merauke). Projek ini diharapkan akan dimulai pada 2010, awalnya 500.000 hektar dengan panen pertama diharapkan pada 2012. Projek ini juga akan terhubung dengan konstruksi jalan sepanjang 700 kilometer di distrik, 1.500 kilometer jalan penghubung ke provinsi Papua Barat, tiga pelabuhan dan sistem irigasi yang melibatkan investasi pemerintah dalam infrastruktur sekitar US $ 3 juta dan dan diperkirakan masih akan mengundang investor swasta (lokal dan asing) lebih dari US $ 60 juta.

Adalah Texmaco—sebuah perusahaan konglomerasi—yang pertama kali mengeksplorasi ‘potensi’ Merauke dengan mengelola pertanian besar (lebih dari 3.000 ha) sejak tahun 1980’an, dan mengelola kelapa sawit, tebu, dan perkebunan alam lainnya untuk pengembangan bubur kertas oleh perusahaan AS, Scott Paper. Setelah tumbangnya Texmaco pada tahun 2000, grup Medco melanjutkan kerja dan riset Texmaco termasuk potensi produksi padi dan tebu Merauke.
Grup Medco, sebuah perusahaan minyak dan gas Indonesia, awalnya pada 2007 dengan menggunakan subsidi dari perusahaan (Medco Papua Lestari) mulai membangun konstruksi pabrik kayu-chip di Merauke dan berencana untuk memulai produksinya pada pertengahan 2008 untuk mencapai puncak target produksinya sebanyak 500.000 metrik ton bubur kertas dan kertas pertahun pada 2012. Perkebunan ini akan menjadi pabrik baru terbesar di Indonesia sejak tahun 1997-18998 (krisis finansial Asia), dan pertamakalinya di Papua. Tampaknya Medco yang memiliki rencana terbesar untuk Merauke. Perusahaan ini telah meyakinkan pemerintah lokal dan Kementrian Kehutanan menyediakan area seluas 600.000 hektar dekat sungai Bian.
Di waktu yang bersamaan, PT Medco Papua (anak perusahaan Medco grup lainnya), memulai proyek pilot bisnis agrikultur seluas 200 hektar di Merauke; singkong, jagung, kedelai, tebu dan padi system SRI (yang juga dikenalkan oleh yayasan Medco di Jawa Barat, Aceh, Bali, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara). Bersamaan dengan kesuskesannya, terutama dalam memulai projek pilot 20 hektar dengan padi sistem SRI di Tanah Miring, Merauke (dan wilayah lainnya di Indonesia). Grup Medco mendapat dukungan terbesar dari Bupati Merauke (Johanes Gluba Gebze) dalam memperluas bisnin padi system SRI dalam skala industri sejak Bupati melihat padi system SRI memiliki prodktivitas tinggi dan cocok dengan karakteristik area, topografi, dan iklim di Merauke. Konsep industri padi terpadu yang meliputi 1.9 juta hektar di Merauke diajukan pada pemerintah (Kementrian Pertanian)—karena ini adalah proyek besar, investasi besar-besaran dan dukungan pemerintah dalam hal infrastruktur juga diperlukan—proyek ini disebut Merauke Integrated Rice Estate (MIRE). MIRE membangun kerjasama dengan petani lokal dan bank menggunakan sistem pertanian terpadu: system organik, pengelolaan sampah dan produksi pupuk organik.


Kementerian Pertanian melihat konsep MIRE dapat menjadi solusi bagi krisis pangan Indonesia (dan dunia) – lobi kuat dari Medco juga merupakan faktor lain yang menguatkan karena pemilik Medco juga adalah actor politik senior. Pada bulan Agustus 2008, Mentri Pertaian mengundang beberapa investor dari Saudi (Grup Bin Laden), yang dikenal sebagai Konsosrsium Pangan Timur Tengah, untuk membahas kemungkinan keterlibatan konsorsium dalam mengembangkan industri beras di Indonesia, khususnya di Merauke (Sulawesi Tenggara juga mengajukan). Grup Bin Laden menandatangani kesepakatan menanam modal sekitar US $ 4.3 miliar mewakili konsorsium 15 investor dari Saudi untuk mengembangkan 500.000 hektar lahan padi di Merauke. Tujuannya adalah memproduksi beras basmati (beras primer yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat di Timur Tengah) untuk di ekspor ke Arab Saudi. Konsorsium juga akan mempertimbangkan menyimpan sebagian beras untuk pasar lokal.

Ada juga beberapa perusahaan lokal yang tertarik bergabung dengan program MIRE, selain Medco E & P sebagai pelopornya, perusahaan lainnya adalah PT. Bangun Cipta Sarana (konstruksi), PT. Wolo Agro Lestari (perkebunan), PT. Comexindo (perkebunan dan perdagangan jagung, sawit, karet, dan teh), dan Sumber Alam Sutera (benih beras hybrid). Kebanyakan perusahaan-perusahaan ini memiliki hubungan dekat dengan partai politik, juga memiliki kekuasaan dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, grup Medco dimiliki oleh Arifin Panigoro, aktor politik senior, sementara grup Comexindo dimiliki oleh Hashim Djoyohadikoesomo, saudara dari Prabowo Subianto (menantu mantan presiden Soeharto, mantan kepala Kopassus dan Pasukan Khusus Kostrad, dan juga kandidat Presiden yang gagal). PT. Bangun Cipta Sarana memiliki Siswono Yudo Husodo sebagai komisioner, menjadi direktur sejak 1968-1988. Selama periode ini Husodo menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (1988 – 1993), Menteri Transmigrasi (1993 – 1998), dan kandidat deputi presidensil (2004). Sumber Alam Sutra/Grup Artha Graha dikontrol oleh Tomy Winata (Oe Suat Hong). Kedekatan Winata dengan militer terbangun ketika ia berhasil memenangkan kontrak pembangunan fasilitas militer di Papua dan Papua Barat, Ambon, dan Makasar, dan ketika ia dikabarkan menjalankan Yayasan Kartika Eka Paksi, sebuah yayasan dana pensiun bagi militer. Winata telah terlibat dalam perdagangan kayu sejak pembangunan grup Artha Graha.

Pemerintah pusat pada 27 November 2008 mengadakan pertemuan dan membahas bagaimana mendukung ‘perkebunan rakyat’ bagi ketahanan pangan Indonesia dengan menyediakan peraturan sebagai pijakan dasarnya. Beberapa peraturan kuci telah dipersiapkan dan dikordinasikan dengan kementerian Ekonomi karena proyek ‘perkebunan rakyat’ juga akan melibatkan banyak kementrian di Indonesia. Ketika draf peraturan sedang dinegoisasikan dengan parlemen, kabar buruk datang dari Forum Ekonomi Islam se-Dunia pada bulan Maret 2009. Menteri Pertanian mengumumkan bahwa kerajaan Bin Ladin di Saudi menghentikan rencana investasi sebesar US $ 4.3 milyar dalam pengembangan beras di Merauke. Para investor memutuskan untuk menghentikan rencana mereka terkait dengan krisis financial global (jatuhnya harga pangan dan menipisnya pendapatan minyak di Timur Tengah. Situasi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk fokus pada rekan investor domestik yang potensial dalam mengembangkan ‘perkebunan rakyat’ dan mendorong investor lokal untuk mengundang investor asing dengan modal mereka sendiri.

Di sisi lain, grup Medco telah mempersiapkan rencana lain untuk pabrik bubur kertas dan kertas di Merauke terkait dengan membesarnya perhatian global akan dampak pembalakan hutan terhadap perubahan iklim. Medco menghentikan rencana pabrik bubur kertas dan kertas dan berfokus pada fasilitas skala kecil US $ 70 juta untuk memproduksi pellet kayu, bahan bakar ‘hijau’ potensial. Terdapat pasar potensial akibat tingginya permintaan pellet kayu dari perusahaan-perusahaan di Eropa dan Asia yang berada dibawah tekanan untuk mengurangi emisi karbon mereka. Pelet kayu mengalami peningkatan popularitas sebagai sumber bahan bakar untuk menggantikan karbon dioksida – pembangkit listrik tenaga batubara dan untuk pemanasan. Medco sudah bekerjasama dengan LG Corp, Korea Selatan, yang telah memiliki 32% saham di unit Medco Papua dan akan memasarkan pellet kayunya ke seluruh dunia. Mereka berencana memproduksi 100.000 metrik ton pellet kayu pada 2010 dan 300.000 ton pada dua tahun berikutnya. Perusahaan ini juga melihat tebu sebagai masa depan yang prospektif dalam pengembangan makanan (gula) dan (bahan bakar (etanol), mereka berencana untuk memperluas areanya dari proyek pilot menjadi proyek berlevel industri, dan mencoba melibatkan rekan strategis mereka dari Jepang dengan total investasi sekitar US $ 25-30 juta untuk memproduksi 60 ton bio-ethanol perhari. Medco melihat dua inisiatif ini sebagai alternatif bahan bakar dapat menjadi hal yang strategis dalam mempromosikan industri ‘perkebunan rakyat’ yang sudah direncanakan di Merauke. Lantas pemerintah mendukung gagasan ini, konsep energi dikembangkan menjadi ‘perkebunan rakyat’. Itulah kenapa alasan MIRE (Merauke Integrated Rice Estated) diubah menjadi MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estated).

Sementara ada upaya serius dalam merekrut para investor dalam proyek MIFEE, pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi yang akan membuka jalan lebih luas bagi implementasi proyek ini. Pertama adalah peraturan 14 Oktober 2009, Undang-Undang no. 41/2009 tentang Perlindungan Wilayah bagi Keberlanjutan Agrikultur Pangan. Undang-undang ini bertujuan untuk mendukung kesuksesan Indonesia dalam kemakmuran pangan dengan melindungi lahan pertanian yang telah ada dan menciptakan lahan pertanian yang perenial bagi sumber makanan. Undang-undang ini juga memberikan ruang bagi pertanian korporasi dalam berbagi investasi dengan pembagian 51% bagi pemerintah local dan 49% bagi investor asing. Kemudian pada 29 November 2009 dalam Peraturan Pemerintah no. 39/2009 mengenai Zona Ekonomi Khusus yang dimandatkan di bawah Undang-undang investasi tahun 2007, seperti Merauke (melalui proyek MIFEE) juga diusulkan menjadi salah satu Zona Ekonomi Khusus di Indonesia untuk tujuan pertanian (terdapat 22 usulan untuk Zone Ekonomi Khusus). Dengan menggunakan hukum ini, wilayah-wilayah ini akan menyediakan intensif fiskal bagi perusahaan-perusahan, seperti pengurangan pajak pemasukan dan tanah bagi perusahaan, dan akan membebaskan mereka dari pajak penambahan nilai dan barang berharga. Perusahaan juga akan menikmati intensif non-fiskal, seperti prosedur imigrasi yang lancar dan akses yang lebih mudah atas izin tanah dan bisnis. Tidak seperti dalam area pasar bebas sebelumnya – yang ketat terhadap perusahaan-perusahaan internasional—impor bahan mentah dan ekspor produk jadi tidak akan mendapatkan bebas pajak, tapi barang-barang yang diproduksi di kluster akan diperbolehkan dijual dalam pasar domestik. Para investor dapat memperoleh izin bisnis mereka kurang dari 14 hari, dibandingkan sebelumnya yang memakan waktu 30 hingga 60 hari, dan melewati seluruh hukum perizinan oleh administrasi lokal.

Pada 2010 terdapat 3 regulasi terkait dengan proyek MIFEE yang dikeluarkan oleh pemerintah. Yang pertama adalah lahan baru – menggunakan Peraturan Pemerintah No. 10/2010 (22 Januari 2010) mengenai Prosedur atas Konversi Fungsi dan Alokasi Hutan. Harus dicatat disini bahwa regulasi ini memperbolehkan area hutan digunakan dalam pengembangan aktivitas non-hutan yang dikategorikan dalam peraturan tersebut sebagai “aktivitas pasti yang terkait dengan tujuan strategis.” Aktivitas-aktivitas ini termasuk pertambangan, teknologi energi terbarukan, pengembangan telekomunikasi, instalasi generator, jalan publik, jalan tol, rel kereta, industri yang terkait dengan kehutanan, keamanan dan pertahanan, dan shelter sementara terhadap bencana alam. Kemudian di hari yang sama, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan No. 11/2010 tentang Ketahanan dan Pemberdayaan Lahan Terlantar (termasuk zona hutan) yang memperbolehkan akuisisi lahan bagi aktivitas publik privat selama itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kemudian pada 28 Januari 2010 pemerintah mengeluarkan Peraturan No. 18/2010 mengenai Perkebunan Bisnis yang diadaptasi dari Undang-undang no. 41/2009. Peraturan ini menyatakan bahwa untuk area Papua setiap investor perkebunan pangan hanya diperbolehkan mengelola maksimum sebesar 20.000 hektar (sementara area lainnya hanya 10.000 hektar), kemudian izin diperlukan bagi petani yang memiliki lahan lebih dari 25 hektar, atau yang memperkerjakan lebih dari 10 orang tenaga kerja.
Pemerintah daerah pada 2010 juga menyiapkan peraturan daerah terkait dengan proyek MIFEE. Akan ada 3 regulasi yang akan segera dikeluarkan. Hingga saat ini peraturan tersebut masih didiskusikan dengan para stakeholder terkait di Merauke. Peraturannya adalah (i) MIFEE; (ii) pemberdayaan komunitas (iii) hak masyarakat adat. Keterlibatan stakeholder lain termasuk LSM lokal— juga dipertanyakan, karena sejak awal konsep MIFEE dirancang top-down. Ada kekhawatiran dari kalangan aktivis LSM bahwa keterlibatan mereka dalam pembahasan regulasi MIFEE dijadikan pembenaran bagi pemerintah daerah bahwa MIFEE telah melibatkan stakeholder lain dalam perencanaannya. Sejak awal, gagasan MIFEE selalu disampaikan sebagai konsep Bupati dan Pemerintah Pusat.

Berdasarkan pada Instruksi Presiden No. 01/2010 (Februari 2010) dalam Akselerasi Pembangunan Nasional 2010, MIFEE telah dimulai dengan memenuhi Rancangan Utama Pengembangan Perkebunan Rakyat Beras dan Energi. Dalam Rancangan Utama, terdapat 8 cluster (3 zona) dimana setiap cluster terdiri atas 30 sub-cluster zona produksi yang telah dirancang, dimana setiap sub-cluster akan meliputi sekitar 5.000 hektar. Direncanakan area tersebut akan ditanami sebesar 50% untuk stok pangan (padi, jagung, keledai, dan husbandary), 30% tebu, dan 25% sawit untuk mencapai tujuan proyek seperti yang tertera secara eksplisit dalam dokumen. Tujuan kuantitatif MIFEE adalah sebagai berikut:
Meningkatkan stok pangan utama Indonesia (beras 1.95 juta ton, terigu 2.02 juta ton, dan CPO 937.000 ton)
Ekspor surplus stok pangan
Mengembangkan zona agro-bisnis dan agro-industri di area potensial yang meliputi 1.28 juta hektar yang terdiri dari 154.790 hektar APL (lahan untuk penggunaan lain) dan 1.128 juta hektar HPK (Konversi Hutan Produksi)
Menyediakan kesempatan kerja dalam sektor agrikultur bagi 44.900 orang – tenaga lokal maupun asing
Meningkatkan pendapatan populasi local setidaknya US $ 3.500 per rumah tangga dalam setahun
Simpanan devisa nasional melalui peningkatan impor pangan sebesar Rp. 51.41 milyar
Bagaimanapun juga, harus diingat bahwa pengembangan bio-fuel tidak dapat dikendalikan oleh pasar sendiri. Kemajuan atas seluruh prasyarat dalam rangka mencapai kompetisi produk harus dilakukan melalui kontribusi besar dari pusat seperti pemerintah daerah. Terkait dengan fakta proyek MIFEE, adanya potensi dalam mengembangkan stok produk pangan dan bio-fuel secara paralel tinggi.

Terdapat 37 investor (hanya 1 investor asing dari Korea – investor dari Cina dan Singapur akan segera menyusul) yang telah menunjukan minat mereka pada proyek MIFEE, dan 6 diantaranya telah memiliki izin. Mereka adalah Bangun Tjipta, Grup Medco, Comexindo, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama dan Wolo Agro Makmur, Korindo Group, Artha Graha. Izin ini memberikan perusahaan hak penggunaan lahan selama 60 tahun dan bisa diperpanjang hingga 90 tahun.

Opini kritis melihat potensi atas pengalokasian lahan hutan bagi proyek MIFEE yang akan melibatkan pembalakan hutan besar-besaran dan pendapatan kayu milyaran dollar bagi perusahaan-perusahaan yang mendapat konsensi. Greenomics (2010) memperkirakan dari 1.06 juta hektar area hutan untuk proyek ini mengandung sekitar 410.9 juta kubik kayu yang bernilai sekitar Rp. 120.87 triliun dalam pasar domestik. Dan bisa melambung hingga Rp. 375.5 triliun di pasar gelap.
Selain itu juga dilihat dampak negative proyek MIFEE dalam memarjinalkan masyarakat local. Karena masyarakat Papua masih tergantung dengan alam bagi penghidupan mereka, pembalakan hutan besar-besaran berarti masyarakat Papua akan kehilangan sumber penghidupan mereka, dan mereka juga tidak memiliki kemampuan pertanian dalam menyaingi para pekerja agrikultur dari luar. Hilangnya hutan bagi suku-suku di Merauke juga akan menciptakan konflik horizontal diantara mereka karena mereka harus bersaing dalam mencari sumber kehidupan lainnya. Hukum adat meperbolehkan seseorang membunuh orang dari suku lain yang memasuki hutan mereka, bahkan untuk makanan. Rasio yang tidak seimbang antara area proyek dan ketersediaan tenaga manusia dapat menghadirkan masalah lain, memaksa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam proyek ini untuk mengambil pekerja dari luar Papua. Jika satu hektar lahan membutuhkan 4 pekerja, maka proyek ini akan membutuhkan 6.4 juta pekerja sementara total populasi masyarakat Papua hanya 4.6 juta jiwa, dimana 2.2 juta jiwa dari populasi ini adalah masyarakat adat dan 70% hidup di wilayah pinggir. Dengan populasi hanya sekitar 174.710 jiwa di Merauke, rencana ini akan mengancam eksistensi masyarakat Papua di area-area tersebut, membuat mereka menjadi minoritas, bahkan mengiring mereka pada kepunahan. AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) mengatakan bahwa proyek MIFEE juga merupakan bagian dari pembantaian manusia secara sistematis dan struktural. MIFEE juga dicurigai dapat mengiring para petani dalam perbudakan terkait dengan besarnya kapital dan luasnya jangkauan korporasi. Sudah ada kisah panjang dugaan monopoli bisnis yang akan mengontrol harga penjualan.

[sepucuk surat kepada insurgent]

ada orang-orang yang menghabiskan waktunya memiliki benda-benda
ada orang-orang yang menghabiskan waktunya berceramah dimasjid

namun aku juga melihat orang-orang yang menghabiskan waktunya melawan selongsong senapan dengan mikrofon ditangankanan dan nyala api ditangan kirinya....

ijinkan aku menjabat tanganmu.....
bukan kepada engkau yang memiliki benda-benda....
bukan kepada engkau wahai sang penceramah....
namun kepada engkau yang hatinya tergetar ketika melihat penindasan....
kepada engkau yang menautkan cinta dan harapan dijalanan...
kepada engkau yang selalu aku temukan diantara dentuman senapan dan teriakan-teriakan rakyat....

jabatlah tanganku...../
tarik aku bersamamu..../
tetaplah jaga nyalamu..../

biarkan aku seperti kunang-kunang yang jatuh cinta kepada cahaya, dan terus terbang mendekati nyala api, walau akhirnya harus hancur menjadi abu, dan melebur bersama nyala api....

-- ranting patah --

Sabtu, 08 Januari 2011

KEHIDUPAN INI SEPERTI MIMPI BURUK


Kehidupan tak ubahnya seperti mimpi. Dikala bermimpi seseorang hanya terdiam tempat tidur sambil mengikuti alur dan menikmati mimpinya, mimpi yang tiba-tiba muncul, entah baik atau buruk, tak seorangpun yang bisa menolaknya. Sistem yang hidup saat ini juga telah menunjukkan superioritasnya seperti mimpi, yang datang dan memaksakan diriya tanpa di beri kuasa dan kesempatan kepada kita untuk menolaknya, selain daripada harus menerima takdir itu. Apa yang terjadi dalam mimpi tentu adalah rasa-rasa yang hanya bisa di nikmati sesaat dan hanya bisa di nikmati untuk memenuhi kebutuhan "Bunga Tidur" orang yang sedang tertidur, selain dari itu adalah "Mimpi". Rasa takut, bahagia, senang, histeria, suka, duka dan kecewa, itulah rasa yang ada, semua yang terwujud dalam mimpi rasanya sulit di wujudkan dalam dunia nyata yang kita hidupi saat ini. Kemerdekaan dan kebebasan tak pernah bisa di dapat oleh orang yang bermimpi bahkan untuk berfikir dan menghindari kejadian-kejadian yang ada saat bermimpi apalagi Menolak Mimpinya. Karena Kita Sedang Bermimpi..!!!

Begitu pula Kehidupan ini, kita melihat,merasa dan menikmati berbagai hal yang ada dalam kehidupan layaknya sebuah tertidur. Berbagai hal yang tampak dalam kehidupan ini tak ubahnya seperti bayang-banyang liar yang tampak dalam mimpi, kita bisa saja mengikuti apa yang terlintas bisa juga tidak. Seperti juga sebuah mimpi indah, kehidupan ini memiliki skenario yang telah disusun baik oleh produser layakya sebuah drama pendek, sitem ini telah menangatur tentang, jalan cerita, peran aktor, bahkan cara si aktor arus berekting di depan kamera kehidupan agar terlihat menarik oleh penonton, seperti sebuah sinetron yang telah lulus sensor untuk di tayangkan stasiun TV. Dan Kita Masih Tertidur Lelap..!!!

Cerita dalam Kehidupan dunia ini adalah "Mimpi Tentang Mimpi". Jalan yang sangat mempesona tentang "Hidup Bahagia Namun Membosankan" yang di suguhkan oleh pembuat “Sistem Hidup” di tempat kita. Aktor dalam sinetron ini adalah individu-individu yang menginginkan popularitas dan pengakuan Sosial di sebuah masyarakat lokal bahkan di mayarakat dunia milik yang lain. Sedangkan bagaimana cara si aktor harus berekting, telah diatur dalam berbagai Kitab Udang-undang yang sama sekali tidak melibatkan si aktor. Sederhananya alur Sinetron ini adalah tentang Kehidupan yang bahagia, dimana harus menemukan cara hidup yang bisa memacu diri untuk meraih keberhasilan,kesuksesan,kesejahteraan dan bersenang-senang dalam gerigi roda sosial yang di ciptakan, kemudian menemukan pasangan hidup, memperoleh anak (syukur-syukur kalau dapat ya haha) dan kemudian mempersiapkan diri untuk “Mati”. Wao,aku melihat ada yang di Bunuh, Di Hancurkan, Di Eksploitasi, Di Culik sebelum Skenario Filmnya selesai

Akkkhh.. Tentu untuk menggapai puncak mimpi indah itu bukanlah hal yang mudah, setiap aktor yang hidup harus pula mempunyai beberapa syarat dan kualifikasi tertentu yang telah terstandarisasi untuk bisa mengapai kehidupannya. Hidup juga telah memberikan alur dan garis yang mesti di tempuh untuk sampai pada puncak kehidupan indah itu. Bersekolah, belajar, mempercepat proses akademik dan beberapa hal-hal lain itu sebuah langkah awal. Setelah bersekolah Sang aktor mesti melanjutkan Kuliah di Fakultas yang sesuai dengan keinginan dia, saat setelah selesai kuliah dan memenuhi kualifikasi ijazah terbaru (sarjana) kemudian dilanjutkan untuk mendapatkan Pekerjaan yang sesuai dalam sebuah pabrik yang tidak lain adalah “Pabrik Sosial” untuk mempercepat proses akumulasi Kapital. Kemudian kualifikasi ijazah sebelumya (TK, SD,SLTP,SMU) tak teritung lagi dalam pasar kerja. Itulah cara yang telah di tentukan dalam Sistem Hidup. Tentu puncak Mimpi Indah ini bukanlah untuk menjadi Cerdas dan bisa Berfikir untuk memiliki pilihan yang banyak tentang Hidup dan Menginterupsi kehidupan yang di bentuk dan di beri kepada Sang Pemimpi ini, melainkan untuk mendapat semua yang sang pemimpi inginkan dalam bentuk Barang, Uang, Kekuasaan serta Status Sosial. Sekali lagi, bukan untuk Cerdas untuk Menginterupsi Mimpi. Karena Kita Masih Tertidur..!!!