Sabtu, 06 Maret 2010

IMORALITAS NEGARA ( Mikhail Bakunin )


Kita dapat berasumsi bahwa pembentukan sebuah negara akan memprovokasi
pembentukan negara-negara lain. Hal ini adalah logika karena individu-individu
yang berada di luar negara tersebut merasa terancam dan mereka akan berkelompok
demi keamanan mereka. Akibatnya manusia telah terpecah belah menjadi banyak
negara (kelompok) dan manusia menjadi asing dan ganas terhadap sesamanya.

Dengan perpecahan tersebut, manusia tidak mempunyai hak umum dan
kontrak sosial di antara mereka, jikalau hak dan kontrak tersebut ada,
negara-negara tersebut akan lenyap dan menjadi anggota federasi dalam suatu
negara besar. Keculai negara (maha) besar ini merangkul seluruh umat manusia,
negara ini akan mengundang permusuhan dengan negara lainnya. Kalau kondisinya
seperti itu, perang akan menjadi hukum dan kebutuhan hidup umat manusia.

Setiap negara, apakah negara itu mempunyai karakter federasi atau
non federasi, mempunyai keharusan untuk melahap negara lain, supaya ia tidak
dilahap, memperbudak supaya tidak diperbudak dan menguasai supaya tidak
dikuasai.

Pada hakikatnya, setiap negara itu mempunyai karakter bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Negara menghancurkan solidaritas diantara
manusia dan mempersatukan sebagian manusia hanya untuk menghancurkan, menguasai
dan memperbudak sebagian lain manusia. Sebuah negara hanya melindungi warga
negaranya, karena negara itu tidak mengakui hak-hak orang lain diluar batas
kekuasannya: dan secara prinsipil, negara ini akan memperlakukan orang asing
dengan semena-mena. Kalau negara itu memperlakukan orang asing tersebut dengan
manusiawi, itu bukan karena kewajibannya: karena negara itu tidak mempunyai
kewajiban kepada siapa pun, tetapi kepada dirinya sendiri dan warga negaranya,
yang telah membentuknya.

Secara prinsipil, hukum internasional tidak dapat diterapkan tanpa
mengkontradiksi dasar kekuasaan negara yang absolut: bahwa sebuah negara tidak
mempunyai kewajiban terhadap orang asing. Kalau negara itu memperlakukan
populasi yang dijajahnya secara manusiawi, karena ia memperhitungkan konsekuensi
politik atas tindakannya, dan tidak pernah karena kewajibannya -karena ia
mempunyai hak yang absolut untuk memperlakukan orang asing semau- maunya.

Sekarang kita dapat melihat kontradiksi antara nilai-nilai
kemanusiaan dan prinsip kekuasaan negara dengan jelas sekali. Dalam sebuah
negara, kekosongan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas diisi dengan sebuah
konsep, yaitu, patriotisme. Patriotisme dapat kita kategorikan sebagai moralitas
yang transenden, karena patriotisme adalah suatu moralitas yang tidak dapat
dijelaskan dengan logika dan rasionalitas. Umpamanya, merampok, menjajah,
membunuh, bagi seseorang yang bermoral adalah suatu tindakan kriminal yang
ganas, tetapi mungkin dilakukan oleh seorang patriotik.

Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, dan dari sudut pandang
patriotisme, kalau tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk membawa kebesaran
bagi suatu negara dan untuk memperbesar kekuasaan negara tersebut, semuanya
adalah merupakan kewajiban warga negara dan kelakuan yang terpuji. Setiap orang
akan dipastikan berbuat demikian tidak hanya terhadap orang asing tetapi juga
terhadap orang sebangsanya (umpamanya membunuh pengkhianat bangsa) jikalau
negara membutuhkannya untuk bertindak demikian.

Tujuan mutlak bagi setiap negara adalah untuk memperjuangkan
keberadannya dengan segala cara. Semua negara, sejak dibentuk di muka bumi ini
akan berjuang untuk selamanya (selama negara itu masih berada) -berjuang melawan
warga negaranya sendiri yang telah ia aniaya dan hancurkan, berjuang melawan
semua kekuatan asing. Setiap negara hanya bisa kuat kalau yang lain lemah
-akibatnya negara tidak dapat meneruskan perjuangannya kecuali negara tersebut
terus menambah kekuatannya -untuk melawan warga negaranya dan negara-negara
lain.

Kesimpulannya prinsip kedaulatan suatu negara adalah penambahan
kekuatan yang akan menyebabkan penyekatan kebebasan internal bagi warga negara
dalam negara itu dan penyelewengan keadilan di luar kekuasaan negara.

Penjelasan di atas adalah gambaran moral dan tujuan suatu negara.
Cara apapun yang dapat mencapai tujuan suatu negara, dianggap benar dan terpuji.
Negara adalah suatu institusi yang mempunyai tujuan mutlak untuk memperjuangkan
kedaulatannya selamanya, semua orang harus tunduk dan melayani kepentingan
negara tersebut. Tindakan-tindakan yang menghambat tujuan suatu negara, dianggap
kriminal. Moralitas suatu negara adalah kebalikan dari keadilan dan nilai-nilai
kemanusiaan.

Setiap saat penyelenggara negara, dalam menjalankan fungsi
kenegaraan dan mempertahankan institusi negara, dihadapkan kepada
alternatif-alternatif yang amoral , hanya ada satu jalan -bertindak secara
munafik. Institusi negara bercakap dan sepertinya berbuat dalam nama
kemanusiaan, tetapi institusi ini melanggar nilai- nilai kemanusiaan setiap
hari. Tetapi kita tidak dapat menyalahkan negara mengenai kecacatan karakternya
itu. Institusi negara tidak bisa berbuat sebaliknya, posisi negara
mengharuskannya untuk menjadi munafik- diplomasi tidak mempunyai maksud yang
lain.

Jadi, apa yang kita lihat? Setiap negara yang ingin berperang dengan
negara lain, akan mulai dengan menyebarkan manifesto kepada warga negaranya dan
ke seluruh dunia. Dalam manifesto itu, negara tersebut akan mengumumkan bahwa
kebenaran dan keadilan berada di sisinya, dan perang tersebut dilandasi cinta
dengan kemanusiaan dan kedamaian, dibubuhi sentimen-sentimen kedamaian yang
royal. Negara itu juga akan menyatakan kebenciannya terhadap kemenangan materi
dan menyatakan perang itu bukan untuk menambah kekuasaan (dan perang akan
diberhentikan secepat-cepatnya, kalau keadilan sudah diraih). Musuh negara itu
juga akan memberikan pernyataan yang sama.

Manifesto-manifesto yang berlawanan antara kedua negara tersebut
ditulis sama halusnya, mengandung kandungan moralitas dan bobot ketulusan yang
sama; dengan kata lain, kedua-dua manifesto itu adalah jelas-jelas bohong.
Orang-orang yang berakal sehat, mereka yang mempunyai pengalaman dalam politik,
tidak akan membuang waktu membaca manifesto-manifesto itu, hanya orang tolol
yang akan mempercayainya. Sebaliknya, mereka akan menyelidiki faktor-faktor yang
mendorong kedua-dua negara tersebut untuk berperang, dan mengira-ngira kekuatan
kedua-dua pihak dan menebak siapa yang akan menang. Ini membuktikan bahwa perang
seperti itu tidak mempunyai bobot moral.

Perjanjian-perjanjian (protokol) internasional yang mengatur
hubungan antara negara-negara di dunia, tidak mempunyai sangsi moral yang
berarti. Dalam setiap babak sejarah, perjanjian.protokol tersebut merupakan
ekpresi keseimbangan (equilibrium) kekuatan antara negara-negara, dan
konsekuensi dari pada ketegangan antar negara. Selagi negara-negara masih ada,
kedamaian tak akan tercapai. Hanya ada perdamaian temporer; jikalau sebuah
negara merasa cukup kuat untuk menghancurkan keseimbangan tersebut untuk
keuntungannya, negara itu tidak akan gagal menggunakan kesempatan ini. Sejarah
manusia telah membuktikan pernyataan di atas.


Ini menjelaskan kepada kita mengapa sejak sejarah dimulai, sejak
negara mulai dibentuk, dunia politik menjadi pentas penipuan dan perampokan
-penipuan dan perampokan yang terpuji karena dilakukan atas nama patriotisme,
moralitas transenden. Ini menjelaskan mengapa seluruh sejarah negara kuno dan
moderen, tidaklah lebih dari rentetan tindakan kriminal yang memuakan; mengapa
raja-raja, dan seluruh aparatus negara (menteri, diplomat, birokrat dan
pahlawan) kalau diadili dari sudut pandang moralitas yang sebenarnya, patut
dihukum seberat-beratnya.

Tidak ada satupun dari tindakan-tindakan seperti, teror, kekejaman,
penipuan dan perampokan, yang tak pernah dilakukan oleh aparatus negara (dan
sampai sekarang masih terus dilakukan), dengan alasan tidak lain dari alasan
kenegaraan. Pada saat institusi negara mengeluarkan suara, semua bungkam,:
ahlak, kejujuran, keadilan, hak asasi dan belas kasih, hilang, bersama dengan
logika dan akal sehat; hitam jadi putih dan sebaliknya; kejahatan dan tindakan
kriminal yang ganas dianggap sebagai perbuatan yang terpuji.

Senin, 01 Maret 2010

Perlawanan Eksekusi Lahan Warga Pandang Raya (Potret resistensi miskin kota melawan ekspansi kapital)


Perlawanan eksekusi lahan Warga Pandang Raya

Potret resistensi miskin kota melawan ekspansi kapital)
Makassar, 23 Februari 2010

Pandang Raya sebuah pemukiman kecil seluas 4900m2. Posisinya yang strategis, berada di tengah kota dan diapit oleh perumahan dan pusat perbelanjaan terbesar di kota ini, tentu adalah incaran bagi mereka yang tergiur akan peluang investasi di lokasi tersebut. Sama halnya yang terjadi di beberapa tempat lainnya, yang hilang dan terpinggirkan oleh pesatnya pembanguan infrastruktur, pandang raya kini menghadapi ancaman yang sama. Lahan kecil yang hanya dihuni oleh sekitar 40 rumah ini merupakan lahan emas yang kini diklaim oleh seorang bernama Goman Wisan, pengusaha kakao yang berdomisili di kota Palu.

Kasus sengketa ini telah berjalan lama dan menjalani proses persidangan yang memenangkan si pengusaha dan menetapkan keputusan eksekusi lahan tersebut. Surat keputusan ekseskusi tanah berapa kali telah dikeluarkan pengadilan tinggi. Eksekusi pertama gagal dijalankan oleh perlawanan warga setempat, begitu pula dengan ekseskusi kedua juga batal oleh serangkaian aksi yang dilakukan warga di beberapa instansi yaitu BPN, Pengadilan Negeri Makassar, dan Polwiltabes. Warga terus melakukan perlawanan dan mempertahankan lahan serta mencari dukungan solidaritas. Selain secara psinsipil bahwa tanah tersebut merupakan tempat hidup dan bernaung mereka selama berpuluh-puluh tahun, tanah tersebut adalah hak milik mereka yang sah, karena jelas bahwa tanah yang diklaim oleh si pengusaha berada di lokasi yang salah berdasarkan surat-surat tanah yang tertera. Tetapi bagaimanapun legalitas hukum yang dimiliki, kepentingan modal tetap mengambil kuasa. 23 Februari 2010 Eksekusi lahan kembali ditetapkan oleh pengadilan tinggi.

Sejak pagi warga setempat telah bersiap menyiapkan strategi, taktik serta amunisi untuk menghadapi eksekusi. Lokasi yang diapit oleh perumahan dan pusat perbelanjaan ini, dihubungkan oleh sebuah jalan diblokade dua arah oleh warga. Berjarak 100 meter dari pemukiman, jalan tersebut ditutup oleh drum panjang dan kawat duri. Batu-batu dari pinggiran jalan dan bambu runcing dikumpulkan warga sebagai amunisi bertahan mereka. Bersama sejumlah mahasiswa dan organ yang bersolidaritas atas ancaman eksekusi ini, menutup jalan sambil berorasi. Sekitar pukul 09:00 pagi satuan kepolisian dari Polsek makasaar timur dikerahkan menuju lokasi lahan. Terdapat 10 mobil PHH atau sekitar 300 satuan aparat diturunkan untuk proses eksekusi ini. Kedatangan aparat serentak membuat situasi mulai memanas, warga mulai bersiap menghadapi aparat yang telah menyusun formasi dengan tameng lengkap.

Saat memulai menyusun formasinya, Sesuatu yang menarik terjadi. Dihadapan aparat kepolisian, warga menyembelih seekor kambing sebagai simbol bahwa apapun yang terjadi mereka akan terus bertahan dan melawan sampai titik darah penghabisan. Ungkapan sakral dari sebuah perlawanan, yang sering mereka utarakan. Hal ini terlihat dari psikologi dan mental yang begitu siap menghalangi eksekusi walau secara kuantitas, jumlah mereka sangat kecil.

Selang berapa lama aparat mulai mendekati blokade warga. Spontan membuat warga serempak lebih bersiaga. Aparat bergerak maju dan mendekati blokade depan.Warga berteriak memberikan ultimatum agar aparat tidak bergerak maju tetapi tetap saja mereka terus mendekati blockade yang dipasang warga. Keadaan makin memanas, saat polisi mendekat, spontan warga bertahan dengan melemparkan batu ke arah polisi dari sinilah bentrok terjadi. Batu-batu terus dilemparkan, senjata minimal yang bisa digunakan warga untuk menghalangi kemungkinan terburuk terjadinya pembongkaran rumah mereka. Polisi terus bergerak, hingga mampu melewati blokade utama, pertahanan warga mulai terhambur, belum lagi oleh persediaan amunisi yang semakin sedikit. Tapi keadaan kembali berubah, saat beberapa orang melemparkan Molotov. Beberapa orang dari polisi terkena lemparan tersebut, seorang bahkan terkena bakar dan membuat formasi mereka berhamburan dan memecah. Kelabakan oleh lemparan yang terus diarahkan, satuan polisi kemudian mundur. Tetapi keadaan belum mereda, karena formasi atau ring kepolisian pertama diganti oleh Dalmas yang bertameng besi. Dalam cuaca yang cukup panas, satuan ini merengsek maju dan langsung menembakkan gas air mata kearah warga. Dua kali tembakan terus dilemparkan, menyebabkan warga berhamburan karena merasakan perih dan sesak oleh hirupan gas, sambil terus bertahan dengan melempar batu dan Molotov.

Tetapi kembali sesuatu menarik yang terjadi, saat kondisi alam seolah memihak pada pertahanan warga. Oleh arah angin, gas air mata yang dilemparkan justru kembali mengarah ke kerumunan aparat dan membuat mereka juga berhamburan. Lemparan batu yang tersisa, akhirnya melemahkan dan memundurkan dalmas. Saat mereka mundur, warga kembali menyiapkan amunisi batu dan Molotov untuk menghadapi kemungkinan serangan yang kembali datang. Hingga beberapa waktu polisi, masih menahan diri sampai akhirnya seorang dari pimpinan kepolisian meminta perwakilan warga untuk bernegosiasi. Keadaan mereda, saat keputusan eksekusi hari itu kembali dibatalkan. Luapan kegembiraan serentak diekpresikan dengan bersorak dan bernyayi terlebih saat satuan aparat dipulangkan dan meninggalkan lokasi mereka. Bentrokan antara warga dan aparat ini berlangsung kurang dari satu jam, keadaan mereda menjelang pukul 12:00.

Kata ‘anarkis” selalu identik oleh kerusuhan dan bentrok. Dilekatkan dengan pengrusakan, lemparan batu, dan tindakan sejenisnya. Merusak makna sesungguhnya bahwa aksi-aksi demikian justru adalah cara untuk mendapatkan kehidupannya. Luapan amarah dari lemparan batu dan Molotov, lagi-lagi dalam pandangan mainstream terlebih oleh media, tiada hentinya mencekoki kita dengan sesuatu yang sifatnya bar-bar dan rusuh. Tetapi sama sekali tidak pernah memandang bahwa cara inilah yang dipaksakan kepada mereka untuk menghadapi kekerasaan yang sesungguhnya dari Negara dan Kapital. Yang tidak akan pernah sebanding hanya dengan lemparan batu dan Molotov itu. Lucunya, media lah yang semakin mendapatkan nyawa dari situasi seperti ini.

Apa yang terjadi di pandang raya hari itu adalah sekian dari potret tersebut. Bentuk resistensi warga miskin kota yang bertahan untuk tetap terselip di ruang-ruang kota, walau mereka terus dipaksa dan diusir untuk kepentingan modal (pengusaha) yang terbelalak oleh investasi di lahan kehidupan mereka.

Apakah mereka akan mendapatkan kemenangan? Tak ada yang bisa menjawab, selain bagaimana warga haru terus bersiap mengantungi batu dan amunisi untuk terus bertahan.


Kronologis :

Jarak 100meter dari pemukiman . PHH 10 mobil, mereka datang jam 9:26. ..warga memasang blockade ke2, teridir dari bale bamboo dan . warga siap sejak jam 8, menyiapkan amunsi : blockade pertama bagian barat berupa drum besar, dan kawat duri. Begitu jg sebelah timur, amunisi lain batu, bamboo runcing. Yang mayoritas digunakan oleh peserta aksi. Parang, polisi tiba lemparan Molotov. Sekitar 300 aparat kemanana dari maktim, jumlah warga bersama mahasiswa sekitar 200..setelah orasi, polisi yang tiba 60 menit kemudian datang masang formasi dan tameng lengkap..5 menit kemudian mulai maju mendekati blockade 1. Warga yang member ultimatum agar tidak bergerak maju melempari dengan batu. Setelah itu polisi makin maju dan melewati blockade pertama. Molotov mulai dilepmarakan. 3 orang aparat terkena lemparan Molotov. Formasi mulai berhamburan, ring pertama mundur. Dan digantikan oleh ring kedua yaitu dari dalmas dengan tameng besi. Setelah dalamas menrangsek maju, gas air mata mulai ditembakkan ke arah warga. 2 kali tembakan gas iar mata, yng pertama perlawanan makin memicu perlawanan dari warga . tembakan Molotov kedua yang diarahkan kekerumunan warga membuat warga berhamburan. Bdibantu oleh kondisi alam khusunya arah angin yang mengarah ke arah polisi. Membuat aparat juga terkena dampak dari gas air mata. Pasca ini, polisi tetap bertahan dan warga yang kehabisan amunisi menyiapkan amunisi baru. Hal ini menyebabkan polisi menahan diri dan meminta perwakilan untuk tidak menyerang. Polisi menarik pasukannya. Eksekusi ditunda dan warga bersorak atas gagalnya eksekusi hari ini.