Selasa, 21 Desember 2010

ANARKISME; ATAU GERAKAN REVOLUSIONER ABAD 21


Sudah semakin jelas bahwa zaman revolusi belumlah berakhir. Dan juga semakin jelas bahwa gerakan revolusioner global di abad 21 ini, salah satunya akan ditelusuri asal muasalnya justru bukan dari tradisi Marxisme, atau barangkali sosialisme yang didefenisikan secara dangkal, namun dari anarkisme.

Di setiap tempat dari Eropa Timur hingga Argentina, dari Seattle sampai Bombay, ide-ide dan prinsip anarkis membawa pandangan dan mimpi-mimpi radikal yang baru. Meski pun banyak dari eksponen mereka tidak menyebut diri sebagai anarkis. Tetapi, mereka memiliki nama lain : otonomisme, anti-otoritarianisme, horizontalitas, zapatisme, demokrasi langsung …. Dan juga, di setiap tempat tersebut kita akan mendapati prinsip-prinsip yang sama : desentralisasi, asosiasi sukarela, mutual aid, model jejaring, dan di atas semua itu adalah sebagai bentuk penolakan atas segala ide yang menjustifikasikan akhir dari segala makna, yang cenderung membiarkan urusan revolusioner adalah untuk mengisi kembali kekuasaan negara dan mulai mengesankan visi yang sedang berada tepat di depan moncong senjata. Di atas semua itu, anarkisme, sebagai bentuk praksis-ide-ide pembentukan satu tatanan masyarakat baru "dalam kulit luarnya yang telah usang"-telah menjadi inspirasi yang mendasari dari suatu bentuk "pergerakan di antara pergerakan" (sebuah bentuk pergerakan dimana si penulis terlibat di dalamnya), di mana sedari awalnya gerakan tersebut lebih memilih untuk mengambilalih kekuasaan negara daripada membongkar kebobrokannya, atau bahkan mendelegetimasikan serta membongkar mekanisme dari peraturan dimana pada saat yang bersamaan juga memperluas ruang-ruang otonomi serta pola manajemen secara partisipatoris di dalamnya.

Ada beberapa alasan yang sangat meyakinkan bagi daya tarik yang terdapat dalam ide-ide anarkis pada abad 21. Terutama, kegagalan serta bencana yang dihasilkan dari sekian banyaknya upaya untuk menaklukkan kapitalisme dengan jalan meraih kontrol atas aparatus pemerintahan di abad ke-20. Meningkatnya jumlah kaum revolusioner yang mulai memahami bahwa "revolusi" tidaklah datang sebagai sebuah momen-momen apokaliptik yang mengagumkan, layaknya sebuah badai global yang sepadan dengan luasnya winter palace, akan tetapi merupakan proses yang sangat panjang yang telah berlangsung /terjadi sepanjang sejarah umat manusia (bahkan jika hal tersebut memiliki prasyarat untuk mengakselerasikan yang telah terjadi sebelumnya) strategi penuh dari proses "lepas landas" serta pengelakan tersebut sedikit banyak merupakan konfrontasi yang dramatis, yang tentu saja takkan pernah--sebagaimana yang dirasakan oleh para anarkis pada umumnya--menjadi sebuah konklusi yang defenitif.
Sedikit membingungkan memang, namun hal tersebut justru menawarkan salah satu hiburan yang sangat mengagumkan : kita tak perlu lagi menunggu hingga "revolusi itu terjadi" untuk sekedar menyaksikan, walaupun secara sekilas, seperti apakah makna sejati dari kebebasan yang sesungguhnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kolektif Crimethinc, propagandis terbesar dalam anarkisme kontemporer Amerika, mereka berpendapat bahwa: "kebebasan hanya eksis dalam momen revolusi. Dan momen-momen tersebut tidaklah seaneh seperti yang kalian pikir." Bagi seorang anarkis, pada kenyataannya, mencoba untuk menciptakan pengalaman yang tidak teralienasi, demokrasi sejati, adalah hal penting; hanya membuat bentuk organisasi tertentu di masa sekarang pada akhirnya menjadi sebuah perkiraan kasar mengenai bagaimana masyarakat bebas dapat berjalan secara aktual, bagaimana setiap orang, suatu hari, dapat hidup atau memberi jaminan bahwa kita tidak akan kembali melalui bencana. revolusioner-revolusioner suram tanpa kegembiraan yang mengorbankan segala kesenangan hanya dapat melahirkan masyarakat yang suram dan tanpa kegembiraan pula.
Perubahan-perubahan yang terjadi ini sangat sulit untuk didokumentasikan karena sejauh ini ide-ide anarkistik hampir tidak memperoleh perhatian sama sekali pada tataran akademik. Ada ribuan pemikir akademis marxis di luar sana, namun sangatlah sulit untuk menemukan pakar akademis yang anarkistik. Jarak yang memisahkan ini biar bagaimanapun sangat sukar untuk diinterpretasikan. Pada satu sisi, tak dapat diragukan lagi, ini lebih disebabkan karena marxisme lebih memiliki kedekatan dengan para akademisi yang sama sekali tidak terjadi pada anarkisme: oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika hanya gerakan sosial--yang juga menjadi gerakan sosial terbesar saat ini--tersebutlah yang banyak menyita perhatian para akademisi yang bergelar Ph.D. Hampir keseluruhan hasil kalkulasi sejarah mendapati sebuah asumsi bahwa hal ini disebabkan karena secara mendasar anarkisme memiliki kemiripan dengan marxisme: anarkisme hadir sebagai gagasan jitu dari para pemikir-pemikir abad ke-19 (Proudhon, Bakunin, Kropotkin... dst) yang dikemudian hari banyak menginspirasi organisasi-organisasi kelas pekerja, terjerat dalam perjuangan-perjuangan politik, dan terpecah ke dalam berbagai golongan.

Anarkisme, dalam hitung-hitungan standar, seringkali muncul sebagai sepupu marxisme yang menyedihkan, sedikit janggal/kaku secara teoritik namun berusaha untuk tetap mengeluarkan gagasan yang cemerlang, baik itu dengan hasrat dan ketulusan hati. Sesungguhnya analogi yang demikian sangatlah merusak. Para pencetus dari anarkisme tidaklah berpikir bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang baru. Anarkisme di masa lampau telah menunjukkan prinsip mendasar dari anarkisme seperti: Mutual-aid, asosiasi secara sukarela, pengambilan keputusan secara egalitarian (merupakan cara pengambilan keputusan yang sejarahnya memiliki usia sepadan dengan sejarah umat manusia). Hal yang sama juga berlaku pada penolakannya terhadap negara dan segala bentuk kekerasan struktural, hirarki, atau pun dominasi (secara literal anarkisme berarti `tanpa pemerintah`)--sekalipun asumsi atas bentuk yang demikian bagaimanapun juga dapat saling berkaitan dan saling bertentangan satu sama lain. Tak satu pun dari hal tersebut terlihat sebagai bentuk doktrin yang baru, namun merupakan tendensi yang telah lama bertahan sepanjang sejarah pemikiran umat manusia, dan tak pernah tercakup dalam teori-teori atau pun ideologi yang umum.
Pada satu level anarkisme seperti satu bentuk keyakinan: keyakinan bahwa hampir seluruh bentuk sikap tidak bertanggung jawab, yang sepertinya telah mejadikan kekuasaan menjadi suatu kebutuhan, pada kenyataannya merupakan efek yang ditimbulkan dari kekuasaan itu sendiri. Sekalipun dalam prakteknya hal ini tak henti-hentinya dipertanyakan, ada sebuah usaha keras untuk mengenali setiap kewajiban atau relasi hirarkis dalam kehidupan manusia, yang kemudian menantang mereka untuk menjustifikasikan keberadaan mereka sendiri, dan jika mereka tak dapat melakukan--yang biasanya menjadi satu bentuk perburuan--maka sebuah usaha yang keras untuk membatasi kekuasaan pun mereka lakukan dan begitu pula dengan kesempatan bagi kebebasan manusia.

Sekolah marxisme selalu memiliki pencetus. Seperti halnya marxisme yang bersumber dari pemikiran Marx, maka kita juga mendapati para Leninis, Maois, Althusserian.... dst, (perhatikan bagaimana daftar yang dimulai dari kepala negara dan kelas/golongan hampir memiliki kesamaan dengan para professor Perancis--yang pada gilirannya, dapat menghasilkan golongan-golongan mereka sendiri: Lacanian, Foucauldian..... dst).

Sekolah/pendidikan anarkisme, sebaliknya, tanpa terkecuali memunculkan pula semacam prinsip-prinsip organisasional atau bentuk praksisnya sendiri, seperti: Anarko-sindikalis dan Anarko-komunis, Insureksionis dan Platformis, kooperativis, konsilis, individualis, dan demikian seterusnya.

Anarkis dibedakan berdasarkan pada apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka mengorganisasikan diri mereka sendiri untuk melakukan bentuk praksis yang mereka inginkan. Dan sebenarnya hal inilah yang telah membuat para anarkis tersebut menyisakan waktu untuk memikirkan serta berargumentasi. Mereka tak pernah begitu banyak tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan bentuk strategi secara luas atau pun pertanyaan-pertanyaan filosofis yang menyita perhatian para Marxis seperti: apakah petani secara potensial merupakan kelas yang revolusioner..??? (menurut para anarkis, para petanilah yang berhak memutuskan hal ini) ataukah pertanyaan seperti: apakah sifat yang mendasar dari komoditas? Para anarkis justru lebih cenderung untuk berargumentasi hal-hal yang menyangkut: jalan demokratik macam apa yang akan mereka lakukan pada saat pertemuan, pada titik manakah organisasi berhenti untuk menguasai masyarakat dan mulai untuk memberi kesempatan sepenuhnya pada kebebasan individual. Apakah `kepemimpinan` sungguh-sunguh merupakan sesuatu yang buruk? Atau, secara berurutan, mengenai tatanan yang beroposisi dengan kekuasaan. Apakah itu aksi langsung? Perlukah seseorang untuk menghukum orang yang membunuh seorang kepala negara? Kapan waktu yang tepat untuk mulai melemparkan batu..? (1)
Marxisme, kemudian, cenderung menjadi sebuah diskursus secara teoritikal maupun analitis yang berkaitan dengan strategi-strategi revolusioner. Anarkisme sendiri lebih cenderung menjadi tatanan diskursus yang berhubungan dengan praktek-praktek revolusioner. Sebagai hasilnya, di mana Marxisme menghasilkan berbagai teori praksis yang brilian, maka di kutub yang berbeda ada kaum anarkis yang cenderung menjalankan bentuk-bentuk praksis revolusioner itu sendiri.
Pada satu saat, ada suatu perpecahan antara generasi anarkisme: antara mereka yang formasi politiknya mewarnai era tahun 60-an dan 70-an dengan mereka yang seringkali tidak mengguncang kebiasaan-kebiasaan sektarian pada akhir abad 20--atau mereka yang masih beroperasi dalam kondisi yang semacam itu, serta aktivis-aktivis muda yang lebih dipengaruhi oleh elemen-elemen dari masyarakat adat, feminis, serta ide-ide ekologis dan kritik-kritik kebudayaan. Pembentuk organisasi tersebut secara umum terkait dengan federasi-federasi anarkis seperti IWA, NEFAC atau IWW. Mereka yang muncul belakangan berada dalam wilayah jejaring dari gerakan sosial global, jaringan seperti Peoples Global Action, yang menyatukan kolektif-kolektif anarkis di benua eropa dan berbagai kelompok di tempat lain seperti aktivis-aktivis Maori di New Zealand, kaum nelayan di Indonesia, atau serikat pekerja pegawai pos di Kanada(2). Yang terakhir ini mungkin kurang bisa disebut sebagai `kelompok kecil anarkis`. Namun terkadang sangat sulit untuk di sebut sebagai kelompok kecil, semenjak banyak di antara kelompok tersebut tidaklah menyuarakan semangat affininti mereka begitu keras. Pada kenyataanya, begitu banyak di antara mereka yang memilih prinsip-prinsip dari anti-sektarianisme dan untuk beberapa alasan tertentu, begitu serius untuk menolak melabeli tindakan mereka sebagai `anarkis`(3).
Ada tiga alasan esensial yang mengiringi segala manifestasi dari ideologi anarkis yang antara lain ialah: anti-negara, anti-kapitalisme dan politik prefiguratif (yaitu cara-cara organisasi yang secara sadar menyerupai dunia yang kau ciptakan. Atau, sebagaimana sejarah revolusi anarkis di Spanyol yang telah terformulasikan `usaha untuk tidak hanya berpikir mengenai ide-idenya akan tetapi kenyataan dari masa depan itu sendiri(4). Hal ini hadir mulai dari kolektif Cultural Jammers dan juga pada Indy media, atau segala hal yang dapat disebut sebagai anarkis dalam pengertiannya yang baru(5). Di beberapa negara, terdapat semacam pertemuan antara dua generasi yang hidup sejaman dimana sebagian besar mengambil bentuk yang mengikuti apa yang dilakukan oleh yang lain-walaupun tak banyak.
Salah satu alasannya adalah bahwa generasi baru lebih banyak tertarik dalam membangun sebuah bentuk baru daripada berargumentasi soal titik temu soal ideologi. Yang paling dramatis adalah bahwa ini menjadi suatu proses pembangunan dari bentuk baru mengenai proses pengambilan keputusan, awalnya, paling tidak, menjadi alternatif dari kultur demokrasi saat ini. Yang paling terkenal adalah North American Spokescouncils, dimana ribuan aktivis mengkoordinasikan even skala besar melalui konsensus, tanpa struktur kepemimpinan formal, yang juga merupakan hal yang sangat spektakuler.

Sesungguhnya, sekalipun dengan menyebut bentuk ini sebagai sesuatu yang `baru` tentunya akan sedikit memperdaya. Salah satu inspirasi utama bagi generasi baru anarkis saat ini adalah gerakan otonom Zapatista yang ada di Chiapas, didasari oleh Tzeltal atau Tojolobal-yang menyuarakan suara masyarakat melalui proses konsensus dan telah berlangsung ribuan tahun lamanya-yang sekarang diadopsi oleh para revolusioner untuk menjamin bahwa para wanita serta generasi mudanya memiliki suara yang sama. Di daerah Amerika Utara, `proses konsensus` muncul dari gerakan-gerakan feminis pada tahun 70-an, sebagai bagian dari serangan menentang gaya kepemimpinan `machoisme` yang merupakan gaya kepemimpinan tipikal gerakan New Left pada tahun 60-an. Ide-ide mengenai konsensus itu sendiri berasal dari The Quakers, yang sekali lagi, juga terinspirasi oleh The Six Nation serta bentuk praktek yang dilakukan oleh penduduk asli amerika.

Konsensus seringkali disalahartikan. seringkali terdengar kritikan yang mengklaim bahwa konsensus dapat menggugurkan segala hal yang saling memiliki kesamaan namun hampir sama sekali tidak pernah dilakukan oleh mereka yang sebenarnya mengobservasi proses konsensus tersebut dalam tindakan mereka, setidaknya, dipedomani oleh praktek, fasilitator yang berpengalaman (beberapa eksperimen baru-baru ini dipraktekkan di eropa, dimana terdapat sedikit yang mempraktekkan hal tersebut, walaupun sangat sederhana). Dalam kenyataannya asumsi berlaku adalah bahwa tak seorangpun tidak dapat benar-benar merubah seluruh pandangan seseorang berdasarkan pola pikir mereka, atau mengharuskannya merubah pandangannya. Malahan, inti dari proses konsensus ialah memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memutuskan sendiri langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan. Daripada larut dalam suatu pengajuan usulan voting yang tak menentu, usulan dikerjakan dan diolah kembali, disatukan dan juga diperbaharui kembali, didalamnya berlangsung proses kompromi dan sintesis hingga ditemukan kondisi dimana setiap orang dapat hidup di dalamnya. Hal ini sampai pada tahapan terakhir, sebenanrnya `ditemukannya konsensus`, terdapat dua level yang mungkin cukup memberatkan: ketika seseorang dapat `memposisikan diri` yang mana dapat dikatakan `saya tidak suka dengan hal ini dan saya tidak ingin berpartisipasi di dalamnya namun saya tak ingin menghentikan siapapun untuk melakukannya`, atau `merintangi` yang memilki efek veto. Seseorang hanya dapat merintangi jika ia merasa bahwa suatu usulan itu bermasalah/melanggar dari prinsip-prinsip fundamental atau menjadi alasan seseorang untuk tidak berkelompok. Seseorang mungkin akan mengatakan bahwa fungsi dalam konsitusi US itu kemudian diturunkan ke dalam peradilan hukum, dengan menyerang keputusan legislatif yang melanggar prinsip-prinsip konstitusinal, yang kemudian diturunkan kepada siapapun yang dengan keberaniannya bangkit berdiri dan menantang gabungan dari berbagai keinginan suatu kelompok tertentu (sekalipun tentu saja selalu ada cara untuk menantang rintangan-rintangan yang sebnarnya tidak prinsipil).
Seseorang dapat menjalani proses elaborasi dan keanehan metode-metode tersebut yang telah terbentuk sedemikian rupa untuk memastikan semuanya bekerja dengan baik, dari segi bentuk konsensus yang telah dimodifikasi yang dibutuhkan oleh kelompok yang sangat besar tentang bagaimana cara konsensus itu sendiri memperkuat prinsip desentralisasi dengan memastikan salah satu dari mereka tidak benar-benar menginginkan membawa usulan yang mendahului kepentingan kelompok yang sangat besar sekalipun seseorang itu harus melakukannya, tentang bagaimana memastikan keadilan gender dan proses penyelesaian masalah... dst. Intinya, disini adalah bahwa bentuk seperti ini merupakan bentuk demokrasi langsung yang sangat berbeda dengan jenis yang biasanya kita asosiasikan dengan istilah--atau dalam hal ini sesuatu yang berhubungan dengan mayoritas--sistem voting seringkali digunakan oleh anarkis Eropa atau Amerika Utara oleh generasi-generasi awal, atau masih digunakan dalam, sebut saja pertemuan masyarakat kelas menengah urban di Argentina (meskipun secara signifikan, diantara sebagian besar radikal Piqueteros, sebuah kelompok pengangguran yang terorganisir, yang cenderung beroperasi dengan konsensus). Dengan meningkatnya kontak antara gerakan-gerakan yang berbeda secara internasional, keterlibatan kelompok-kelompok adat, dan gerakan-gerakan dari Afrika, Asia dan Oceania dengan tradisi radikal yang berbeda, kami melihat awal dari sebuah pengkonsepsian secara global yang benar-benar baru mengenai apa makna `demokrasi` yang jauh berbeda dari paham parlementarian neoliberal yang sekarang di`promosikan` oleh kekuasaan yang eksis di dunia saat ini.
Sekali lagi, adalah sulit untuk mengikuti perpaduan semangat baru ini dengan membaca literatur-literatur anarkis yang eksis saat ini, karena mereka yang menghabiskan hampir seluruh energinya untuk mempertanyakan teori ketimbang mewujudkan suatu bentuk praksis sepertinya mereka adalah orang-orang yang mempertahankan logika yang terdikotomisasi oleh model-model sektarian lama. Anarkisme modern dikarunia dengan kontradiksi yang tak terhitung. Sementara anarkis `kecil` secara perlahan menyatukan ide-ide dan praksis yang mereka pelajari dari masyarakat pribumi kedalam cara-cara mengorganisir atau komunitas-komunitas alternatif mereka, jejak-jejak penting dalam literatur tertulis telah memunculkan golongan primitifis, golongan ini dikenal tidak ramah terhadap peradaban industrial, mereka pun menginginkan pengabolisian terhadap peradaban industrial tersebut, dan dalam beberapa kasus, juga aglikultur(6.) Dan ini hanyalah masalah waktu sebelum logika lama tersebut meniru bentuk praktek dari konsensus berdasarkan kelompok-kelompok.

Seperti apakah bentuk dari sintesis baru ini, beberapa secara garis besar telah dapat dibedakan dalam pergerakannya. Hal tersebut masih tetap berkembang dalam bentuk anti otoritarianisme, bergerak menjauh dari reduksinisme kelas dan mencoba memahami `dominasi secara keseluruhan`, hal tersebut tak hanya menyoroti persoalan negara akan tetapi juga relasi gender, dan tidak hanya pada persoalan ekonomi tetapi juga relasi kultural dan ekologi, sexualitas, dan kebebasan dalam setiap bentuk yang dapat ditemukan, dan masing-masing dari hal ini tidak hanya melalui beraneka ragam relasi otoritas, tetapi juga terhubung pada konsep-konsep yang lebih kaya dan lebih berbeda.

Pendekatan seperti ini tidaklah menuju pada suatu akhir dari ekspansi produksi material, atau tetap berpendirian bahwa teknologi adalah netral, akan tetapi hal tersebut juga sama sekali tidak menentang teknologi beserta turunan-turunannya. Sebaliknya, adalah sesuatu yang wajar serta tidak asing lagi jika pendekatan-pendekatan semacam itu justru sangat familiar dengan peggunaan berbagai macam teknologi. Ia tidaklah menentang institusi dan bentuk-bentuk politik atau apa pun yang berkaitan dengan hal tersebut, pendekatan tersebut mencoba untuk menyusun bentuk institusi serta bentuk politik yang baru bagi aktivisme dan tatanan masyarakat yang baru. Termasuk di dalamnya cara/bentuk pertemuan yang baru, cara pengambilan keputusan, model berkoordinasi, dalam arah/jalur yang sama seperti yang telah dimiliki oleh kelompok-kelompok affiniti dan struktur juru bicara/delegasi pada umumnya. Dan hal itu tidak pula menentang reformasi, melainkan berjuang untuk memastikan dan memenangkan suatu reforma yang non reformis, penuh perhatian pada kebutuhan-kebutuhan paling krusial dari masyarakat dan memperbaiki hidup mereka sekarang---dan--di kedepannya nanti pada saat yang bersamaan beriringan dengan kemajuan, untuk selanjutnya menuju pada suatu transformasi secara besar-besaran.(7)
Dan tentu saja teori akan bertemu dengan praksisnya. Agar lebih efektif, anarkisme modern perlu untuk menyertakan setidaknya tiga tingkatan/level seperti berikut: bentuk organisasi dari para aktivis, termasuk para peneliti-penelitinya. Masalahnya para intelektual anarkis yang cenderung untuk meniru kebiasaan-kebiasaan lama para pendahulunya--yang juga melingkupi Marxis sektarian yang masih tenggelam dalam pengejaran akan dunia intelektual radikal--tidaklah memiliki cukup keyakinan akan peranan yang seharusnya mereka tempuh. Anarkisme perlu untuk lebih refleksif. Tetapi bagaimana? pada satu sisi jawabannya sepertinya terlihat begitu meyakinkan. Seseorang tidaklah perlu untuk menceramahi, memerintah, atau pun juga berpikir bahwa seseorang itu adalah guru, akan tetapi belajar untuk mendengarkan, mengeksplorasi, dan mencari. Untuk menyusuri dan membuat jelas logika-logika tersembunyi yang telah mendasari setiap bentuk baru dari praktek-praktek radikal. Untuk menempatkan seseorang pada posisi sebagai aktivis penyedia informasi atau pun membongkar setiap ketertarikan dari elit-elit dominan yang tersembunyi dibalik kondisi objektif, diskursus otoritatif, dibanding mencoba untuk membuat bentuk baru dari hal yang sama. Namun disaat yang sama, tidaklah mengherankan bahwa perjuangan intelektual perlu untuk mengafirmasi tempatnya sendiri. Banyak pada awalnya menganggap salah satu kelemahan mendasar dari pergerakan anarkis saat ini adalah, tanpa mengurangi rasa hormat, katakan saja, Kropotkin atau Reclus, atau pun Herbert Read, tepatnya adalah mengabaikan yang simbolik, yang visioner, dan melupakan keefektifitasan teori. Bagaimana bergerak dari suatu etnografi menuju pada visi utopian--secara ideal--seperti kemungkinan akan visi-visi utopian?? Sangatlah kebetulan jika beberapa dari perekrut-perekrut terkenal dari anarkisme di negara seperti Amerika merupakan penulis-penulis fiksi ilmiah feminis seperti Starhawk atau pun Ursula K. LeGuin.(8)

Pada satu sisi hal ini mulai berlangsung seiring para anarkis yang mulai merekuperasi pengalaman dari gerakan-gerakan sosial yang lain dengan lebih membentuk bangunan teorinya, ide-ide tersebut muncul dari lingkar-lingkar yang sangat dekat, yang pada intinya terinspirasi oleh anarkisme. Ambil contoh saja ide-ide mengenai ekonomi yang partisipatoris, dimana hal tersebut telah merepresentasikan visi-visi ekonomis ala anarkis yang tak tertandingi, yang menambahkan dan memperbaiki tradisi ekonomi anarkis. Teoritisi Parecon berpendapat kelas terbesar yang eksis dalam kapitalisme lanjut tidak hanya dua, tetapi terdiri dari tiga kelas, tidak hanya proletariat dan borjuis namun juga `koordinator kelas` yang berperan untuk mengatur serta mengontrol kerja-kerja dari para kelas pekerja. Kelas ini meliputi pula tatanan hirarki serta konsultan-konsultan profesional dan juga penasehat yang terpusat di bawah satu kendali yang sama--seperti halnya para pengacara, ahli mesin, akuntan, dan demikian seterusnya. Mereka menata posisi kelasnya karena mereka secara relatif memonopoli pengetahuan, keahlian/skill, serta koneksi. Dan sebagai hasilnya, pakar ekonomi dan lainnya yang bekerja dalam tradisi semacam ini mencoba untuk menciptakan model dari ekonomi yang secara sistematis dapat mengeleminasi penggolongan berdasarkan kerja-kerja fisikal dan intelektual. Kini anarkisme telah sangat jelas menjadi inti dari berbagai kreatifitas revolusioner, para pendukung model semacam itu begitu pesatnya telah, jika tidak sedang bersama iring-iringan bendera maka setidak-tidaknya, menekankan pada suatu tingkatan tertentu di mana ide-ide mereka memiliki kecocokan dengan visi-visi anarkis.(9)

Hal yang sama pun mulai terjadi dengan terbentuknya visi-visi politik para anarkis. Kini, inilah area dimana anarkisme klasik telah sampai pada taraf yang melampaui Marxisme klasik, yang sama sekali tak pernah membangun teori-teori mengenai organisasi politik. Pendidikan anarkisme lainnya telah sering mengajukan bentuk organisasi sosial yang sangat spesifik, sekalipun seringkali sangat mencolok dengan berbagai bentuk perpaduan yang ada di dalamnya. Namun anarkisme secara keseluruhan masih bertujuan untuk menekankan pada apa yang sering disebut oleh para liberal sebagai `kebebasan negatif`,`kebebasan dari`,`dibanding secara substantif `kebebasan untuk`. Seringkali hal tersebut mencanangkan komitmen ini untuk membenarkan pluralisme dari anarkisme, toleransi secara ideologis, atau pun kreatifitas. Akan tetapi hasilnya ialah, terjadinya keengganan untuk melampaui bentuk skala kecil dari suatu organisasi, serta keyakinan yang sangat besar, struktur yang menjadi jauh lebih rumit untuk diimprovisasikan dengan semangat yang sama.

Terdapat juga suatu pengecualian. Pierre Joseph Proudhon telah mencoba untuk memunculkan suatu totalitas dari sebuah visi tentang bagaimankah masyarakat libertarian itu dapat berjalan dengan baik(10). Secara umum, hal ini telah dikenali memiliki banyak sekali kegagalan, namun hal itu memberi jalan bagi terbentuknya suatu visi, seperti `Libertarian Municipalism` yang merupakan visi dari gerakan sosial ekologis yang ada di Amerika Utara. Ada semacam pembangunan yang begitu hidup di dalamnya, misalnya, tentang bagaimana menyeimbangkan prinsip-prinsip kontrol pekerja--yang ditekankan oleh orang-orang Parecon--dan begitu juga dengan demokrasi langsungnya, yang ditekankan oleh sosial ekologis.(11)
Masih ada sekian banyak detail-detail yang perlu untuk ditambahkan, seperti: Apa yang menjadi organisasi sosial alternatif dari para anarkis terhadap institusi legislatif kontemporer, pengadilan, polisi, serta berbagai badan eksekutif lainnya? Bagaimana menawarkan suatu visi-visi politis yang meliputi legislasi, implementasi, keputusan-keputusan pengadilan, pelaksanaan undang-undang serta yang dapat menunjukkan bagaimana masing-masing dari semua itu dapat secara efektif terselesaikan melalui jalan-jalan yang non-otoritarian--dan tidak sekedar menawarkan harapan-harapan yang melelahkan, akan tetapi menginformasikan respon-respon secara cepat terhadap proses pemilihan saat ini, pembuatan berbagai peraturan, putusan-putusan peradilan, sistem peradilan, dan begitu pula dengan berbagai pilihan-pilihan strategis yang ada. Tak dapat diragukan lagi takkan pernah ada yang namanya Anarchist Party Line dalam proses tersebut, perasaan-perasaan yang hinggap di antara anarkis pemula pada akhirnya adalah bahwa kita membutuhkan banyak visi-visi yang lebih kongkrit. Lagipula, antara eksperimen sosial aktual yang terkandung dan berkembang di dalam komunitas-komunitas self-manajemen seperti yang ada di Chiapas dan Argentina, serta usaha gigih dari para pelajar anarkis/aktivis seperti Planetary Alternatives Network yang baru saja terbentuk, atau Life After Capitalism Forums yang mulai untuk menempatkan dan menyusun contoh-contoh kesuksesan dari bentuk ekonomi/politik alternatif, yang telah mulai bekerja saat ini(12). Hal tersebut jelaslah merupakan suatu proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, masa perputaran dari para Anarkis pun juga sedang dimulai.

Catatan kaki :
* David Graeber adalah asisten professor di Yale University (USA) dan juga merupakan aktivis politik. Anderj Grubacic adalah seorang ahli sejarah dan kritik sosial yang berasal dari Yugoslavia. Mereka berdua terlibat juga dalam Planetary Alternatives Network (PAN).

1. Ini tidaklah berarti bahwa Para Anarkis menentang teori. Tapi mungkin tidak memerlukan teori yang rumit, dalam pengertiannya yang familiar saat ini. Tentu saja hal tersebut tidak membutuhkan satu teori anarkis yang tunggal, yang munkin bertentangan dengan semangat yang ada di dalamnya. Akan lebih baik, jika berpikir akan sesuatu yang lebih berkaitan dengan semangat yang ada di dalam pola pengambilan keputusan secara Anarkis: yang teaplikasikan dalam teori, hal ini dapat berarti menerima kebutuhan akan berbagai perbedaan-perbedaan perspektif secara teoritikal, yang disatukan hanya oleh semacam bentuk sharing komitmen serta pemahaman. Dibanding hanya berdasarkan pada keinginan untuk membuktikan bahwa asumsi yang paling fundamental dari seseorang itu salah, hal ini diperlukan untuk menemukan proyek-proyek tertentu dimana kesemuanya akan saling menguatkan. Hanya karena suatu teori itu tidak dapat dikonsumsi tidaklah mengartikan bahwa teori tersebut tidak saling melengkapi. Sekalipun teori tersebut merupakan teori tingkat tinggi, tetapi yang dibutuhkan oleh Anarkisme adalah mungkin apa yang disebut sebagai low teory : Sebuah jalan untuk meraih apa yang real, serta segala pertanyaan yang muncul dari poyek-poyek transformatif.

2. Untuk informasi lebih lanjut mengenai sejarah-sejarah mengagumkan dari aksi-aksi masyarakat yang ada di seluruh dunia kami menyarankan untuk membaca sebuah buku yang judulnya `We Are Everywhere : The Irresistible Rise Of Global Anti Capitalism, edited by Notes From Nowhere, London : Verso 2003. Lihat juga situs dari People Global Action (PGA) : www.agp.org


3. Cf. David Graeber, `New Anarchist`, New left Review 13, January-February 2002

4. Lihat juga Diego Abad de Santillian, After The Revolution, New york : Greenberg Publishers 1937

5. Untuk informasi lebih lengkap mengenai Global Indymedia project kunjungi situs : www.indymedia.org

6. Cf. Jason McQuinn,`Why I am Not Primitivist`, Anarchy : a journal of desire armed, printems/été 2001.Cf. le site anarchiste
www.arnarchymag.org . Cf. John Zerzan, Future Primitive & Other Essays, Autonomedia, 1994.

7. Cf. Andrej Grubacic, Towards an Another Anarchism, in : Sen, Jai, Anita Anand, Arturo Escobar and Peter Waterman, The World Social Forum: Against all Empires, New Delhi: Viveka 2004.

8. Cf. Starhawk, Webs of Power: Notes from Global Uprising, San Francisco 2002. See also : www.starhawk.org

9. Albert, Michael, Participatory Economics, Verso, 2003. See also: www.parecon.org

10. Avineri, Shlomo. The Social and Political Thought of Karl Marx. London: Cambridge University Press, 1968

11. Lihat juga : The Murray Bookchin Reader, edited by Janet Biehl, London: Cassell 1997. Lihat juga situs dari the Institute for Social Ecology : www.social-ecology.org

12. Untuk info lebih lanjut kunjungi situs dari Life After Capitalism forums :
http://www.zmag.org/lacsite.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Isi Komentar anda di Sini